Rabu, 07 Januari 2015

PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI DI MASA KANAK-KANAK PERTENGAHAN DAN AKHIR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di masa kanak-kanak awal, menurut Erikson, anak-anak berada di tahap inisiatif versus rasa bersalah. Orang tua tetap berperan penting dalam perkembangan mereka dan gaya pengasuhan yang otoritatif cenderung memberikan hasil positif bagi anak-anak. Di masa kanak-kanak awal, relasi dengan kawan-kawan sebaya mengambil peran signifikan sejalan dengan meluasnya dunia sosial anak-anak. Bermain menjadi aspek sosial dalam kehidupan anak-anak dan sebagai konteks yang penting bagi perkembangan kognitif sosio-emosi.

Selama masa kanak-kanak menengah dan akhir, kehidupan sosial dan emosional anak-anak mengalami banyak perubahan. Mereka mengalami transformasi dalam berelasi dengan orang tua dan kawan-kawan sebaya, dan sekolah juga memperkaya kehidupan akademik mereka. Disamping itu mereka juga mengalami perkembangan yang penting dalam bidang konsepsi-diri, penalaran moral, dan perilaku moral. Singkatnya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, deskripsi-diri semakin melibatkan karakteristik sosial dan psikologis, termasuk perbandingan sosial.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan emosi dan kepribadian di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir?

2. Bagaimana perubahan perkembangan pada relasi anak-orang tua, orang tua sebagai manajer, dan perubahan sosial dalam keluarga?

3. Bagaimana perubahan dalam relasi dengan kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir?

4. Apa saja aspek-aspek sekolah dalam perkembangan anak di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendiskusikan perkembangan emosi dan kepribadian di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir.

2. Mendeskripsikan perubahan perkembangan pada relasi anak-orang tua, orang tua sebagai manajer, dan perubahan sosial dalam keluarga.

3. Mengidentifikasi perubahan dalam relasi dengan kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir.

4. Mencirikan aspek-aspek sekolah dalam perkembangan anak di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Emosi dan Kepribadian

Perkembangan emosi dan kepribadian selama masa kanak-kanak pertengahan dan akhir meliputi: Diri, Perkembangan Emosi, Perkembangan Moral dan Gender.

1. DIRI


Bagaimanakah sifat dasar dari pemahaman diri, memahami orang lain, dan penghargaan diri di usia sekolah dasar? Bagaimana peran self-efficacy terhadap prestasi anak.

Perkembangan Pemahaman-Diri. Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak semakin mendeskripsikan diri mereka sendiri dengan karakteristik psikologis dan sifat-sifat yang berlawanan dengan deskripsi diri anak-anak kecil yang konkret. Anak-anak yang lebih besar cenderung mendeskripsikan mereka sendiri sebagai “popular, baik, suka membantu, kejam, cerdas, dan bodoh”

Anak-anak usia sekolah dasar tidak lagi berpikir mengenai apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan, melainkan cenderung berpikir apa yang dapat dilakukannya dibandingkan dengan yang dapat dilakukan oleh anak lain.

Singkatnya, di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, deskripsi-diri semakin melibatkan karakteristik sosial dan psikologis, termasuk perbandingan sosial.

Memahami Orang Lain. Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak menunjukkan peningkatan dalam pengambilan perspektif (perspective taking), yaitu kemampuan untuk mengasumsikan perspektif orang lain serta memahami pikiran dan perasaannya. Pada sekitar usia 6 hingga 8 tahun, anak-anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki perspektif karena beberapa orang memiliki akses terhadap informasi. Dalam beberapa tahun kemudian, anak-anak menyadari bahwa setiap individu menyadari perspektif orang lain dan bahwa meletakkan seseorang dalam posisi orang lain adalah cara untuk menilai maksud, tujuan dan tindakan orang lain.

Pengambilan perspektif terutama dianggap penting dalam hal apakah anak-anak mengembangkan perilaku dan sikap-sikap proposial ataukah antisosial. Dalam hal perilaku proposial, mengambil perspektif orang lain meningkatkan kecenderungan anak-anak terhadap pemahaman dan bersimpati kepada orang lain ketika mereka tertekan atau sedang membutuhkan. Dalam hal perilaku antisosial, anak-anak yang tingkat keterampilan pengambilan perspektifnya rendah terlibat dalam perilaku antisosial daripada anak-anak dengan tingkat yang lebih tinggi.

Penghargaan-Diri dan Konsep-Diri. Penghargaan diri yang tinggi dan konsep diri yang positif merupakan karakteristik penting yang mengindikasikan kesejahteraan anak-anak. Penghargaan diri merujuk pada evaluasi global mengenai diri; penghargaan diri disebut juga martabat diri atau citra diri. Konsep diri merujuk pada evaluasi mengenai bidang bidang tertentu dari diri.

Anak-anak dengan penghargaan diri yang tinggi memiliki inisiatif lebih besar, meskipun demikian hal ini dapat memberi dampak positif maupun negative. Anak-anak dengan penghargaan diri tinggi juga rentan untuk melakukan tindakan prososial maupun antisosial.

Selain itu, begitu banyak anak yang memperoleh pujian meskipun performa mereka tergolong biasa-biasa saja atau bahkan buruk. Mereka mungkin akan kesulitan menghadapi kompetisi dan kritik.

Self-Efficacy. Adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai sebuah situasi dan memberikan hasil yang menguntungkan. Self efficacy merupakan sebuah faktor yang penting dalam menentukan berhasil tidaknya seorang siswa. Para siswa dengan self efficacy yang tinggi akan mampu mempelajari materi pelajaran dan mampu menyelesaikan dengan baik.

Menurut Schunk, self efficancy mempengaruhi pilihan aktivitas siswa. Para siswa dengan self efficancy yang rendah dalam belajar, mungkin menghindari tugas belajar, khususnya tugas-tugas yang menantang. Sebaliknya para siswa dengan self efficancy tinggi mungkin tidak sabar untuk segera menyelesaikan tugas-tugas belajar. Para siswa dengan self efficancy tinggi cenderung menghabiskan lebih banyak untuk mempelajari sebuah tugas dibandingkan dengan self efficancy yang rendah.

Regulasi Diri. Meningkatnya kapasitas regulasi diri dicirikan dengan usaha mengelola perilaku, emosi dan pikiran yang menghasilkan kompetensi sosial dan pencapaian. Penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah yang memiliki tingkat regulasi diri tinggi nilai-nilainya lebih baik dibanding anak-anak dengan tingkat regulasi diri rendah.

Industri versus Inferioritas. Istilah industri menunjukkan tema dominan periode ini: anak-anak tertarik pada asal mula benda dan cara kerjanya. Ketika anak-anak didorong untuk berusaha membuat, membangun, dan menjadikan benda itu bekerja - perasaan mereka terhadap industry meningkat.

2. PERKEMBANGAN EMOSI


Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak mengembangkan pemahaman dan regulasi diri terhadap emosi.

Perubahan Perkembangan. Perubahan perkembangan yang penting dalam emosi semasa kanak-kanak menengah dan akhir mencakup hal-hal berikut ini:

- Meningkatkan pemahaman emosi

- Meningkatkan pemahaman bahwa dalam sebuah situasi kita dapat mengalami lebih dari satu emosi.

- Meningkatkan kecenderungan untuk lebih menyadari kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi.

- Meningkatnya kemampuan untuk menekan atau mengungkapkan reaksi-reaksi emosi yang negative.

- Menggunakan strategi inisiatif diri untuk mengarahkan kembali perasaan-perasaan.

- Kapasitas untuk berempati secara tulus.

Copying terhadap Stres. Berikut ini adalah sejumlah rekomendasi yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak mengatasi stress yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang dialaminya.

- Meyakinkan anak-anak akan keselamatan dan keamanan mereka

- Membiarkan anak-anak menceritakan kembali berbagai peristiwa yang dialami dan bersikap sabar ketika mendengarkan cerita mereka.

- Mendorong anak-anak untuk menceritakan perasaan yang mengganggu atau membingungkan, meyakinkan mereka bahwa perasaan tersebut normal setelah kejadian yang membuat stress.

- Melindungi anak-anak agar tidak dihadapkan pada situasi yang mengejutkan dan dapat mengingatkan kembali pada trauma tersebut.

- Membantu anak-anak untuk memahami peristiwa yang mereka alami.

3. PERKEMBANGAN MORAL


Tahap-tahap Kohlberg. Kohlberg mendeskripsikan tiga level pemikiran moral, masing-masing level terdiri dari dua tahap.

1) Penalaran prakonvesional (peconventional reasoning) adalah level terendah dari penalaran moral. Dalam level ini, baik dan buruk diinterprestasikan berdasarkan hadiah dan hukuman eksternal.

- Tahap 1. Moralitas heteronomy (heteronomous morality). Dalam tahap ini, pemikiran moral terkait dengan hukuman.

- Tahap 2. Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran (individualism, instrumental purpose and exchange). Dalam tahap ini, individu berpikir bahwa berusaha memuaskan kepentingannya sendiri adalah layak dan mereka juga membiarkan orang lain bertindak serupa.

2) Penalaran konvensional (conventional reasoning). Dalam level ini, individu menerapkan standard-standard tertentu, namun standard-standard itu ditetapkan oleh orang lain.

- Tahap 3. Ekspektasi interpersonal timbal-balik, relasi, dan konformitas interpersonal (mutual interpersonal expectations, relationships, and interpersonal conformity). Pada tahap ini, individu menilai kepercayaan, kepedulian, dan loyalitas terhadap orang lain sebagai dasar dari penilaian moral.

- Tahap 4. Moralitas sistem sosial (social system morality). Penilaian moral didasarkan pada pemahaman mengenai aturan sosial, hokum, keadilan dan tugas.

3) Penalaran pascakonvensional (postconventional reasoning). Pada level ini, individu mengenali kembali berbagai alternative pelajaran-pelajaran moral, mengeksplorasi berbagai pilihan, dan memutuskan berdasarkan kode moral personal.

- Tahap 5. Kontrak sosial atau kegunaan dan hak-hak individu (social contract or utility and individual rights). Pada tahap ini, individu bernalar bahwa berbagai nilai, hak, dan prinsip melandasi atau melampaui hokum.

- Tahap 6. Prinsip etika universal (universal ethical principles). Pada tahap ini individu mengembangkan sebuah standard moral berdasarkan hak-hak manusia yang bersifat universal.

Kepribadian Moral. Para peneliti memfokuskan perhatian pada tiga kemungkinan komponen, yakni: identitas moral, karakter moral, dan contoh-contoh moral. Singkatnya, perkembangan moral merupakan sebuah konsep yang multiaspek dan kompleks. Kompleksitas ini mencakup pemikiran, perasaan, perilaku, dan kepribadian.

4. GENDER

Persamaan dan perbedaan gender meliputi: perkembangan fisik, wanita cenderung memiliki lemak tubuh dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Perkembangan kognitif, meskipun secara rata-rata kemampuan visuospatial pria lebih tinggi daripada wanita, namun skor untuk kedua gender ini hampir sama. Tidak semua pria memiliki kemampuan visuospatial yang lebih baik dari semua wanita. Perkembangan sosioemosi, para anak laki-laki secara fisik lebih agresif dibandingkan para anak perempuan. Anak perempuan cenderung mengekspresikan emosi mereka secara terbuka dan intensif daripada anak laki-laki, terutama ketika menunjukkan kesedihan dan rasa takut. Anak perempuan juga lebih dapat membaca emosi orang lain serta dapat menunjukkan empati.

Klasifikasi peran gender. Para ahli gender, seperti Sandra Bem berpendapat bahwa individu androgini memiliki sifat yang lebih fleksibel, kompeten dan sehat mental dibandingkan individu yang hanya memiliki sifat maskulin atau feminim. Contoh maskulinitas yaitu mendukung keterbukaan, kuat, bersedia mengambil resiko, dominan dan agrasif. Contoh kefeminiman yaitu tidak berbahasa kasar, penuh kasih, menyayangi anak-anak, memahami orang lain, dan lembut.

Gender dalam konteks. Baik konsep mengenai gender dan stereotip gender mengkaji manusia menurut sifat-sifat kepribadian seperti “agresif” atau “peduli”. Pentingnya memerhatikan gender dalam konteksnya lebih terlihat ketika mempelajari perilaku apa yang secara budaya telah ditentukan untuk wanita dan pria di berbagai Negara di seluruh dunia. Pria bersosialisasi dan di didik untuk bekerja di lingkungan public, sedangkan wanita di lingkungan pribadi.

B. Keluarga

1. PERUBAHAN PERKEMBANGAN DALAM RELASI ORANG TUA-ANAK

Ketika anak-anak menuju masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, orang tua semakin sedikit menghabiskan waktu bersama mereka. Meskipun orang tua meluangkan waktu lebih sedikit dengan anak-anak, orang tua tetap sangat penting dalam kehidupan anak-anak mereka. Dalam analisis terbaru mengenai kontribusi orang tua di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, tercapai kesimpulan berikut: “orang tua berperan sebagai penjaga dan memberikan penyaring ketika anak-anak menganggap tanggung jawab yang lebih, dan mengatur kehidupan mereka sendiri”. Tugas perkembangan utama ketika anak-anak bergerak menuju onotomi adalah belajar berelasi pada orang dewasa di luar keluarga secara regular.

2. ORANG TUA SEBAGAI MANAJER

Orang tua berperan penting sebagai manajer bagi kesempatan-kesempatan yang dimiliki anak-anak, seperti mengawasi perilaku mereka, dan juga sebagai inisiator sosial serta pengarah. Ibu cenderung lebih berperan sebagai manajer dalam pengasuhan daripada ayah.

Peneliti telah menemukan bahwa praktik manajemen keluarga secara positif terkait dengan nilai-nilai siswa dan tanggung jawab diri, dan terkait secara negative terhadap masalah yang tekait sekolah. Diantara praktik manajemen keluarga yang paling penting dalam hal ini adalah mempertahankan struktur organisasi lingkungan keluarga.

3. KELUARGA TIRI

Dalam analisis longitudinal terbaru dari E. Mavis Hetherington (2006), anak-anak dan remaja yang tinggal di keluarga tiri sederhana setelah beberapa tahun telah menyesuaikan diri dan mulai berfungsi dengan lebih baik dibandingkan dengan anak-anak dan remaja di keluarga yang tidak bercerai namun berkonflik, dan juga keluarga tiri yang kompleks. Hatherington menyimpulkan bahwa di keluarga tiri sederhana yang telah lama berlangsung, remaja diuntungkan dengan kehadiran orang tua tiri dan sumber daya yang diberikan oleh mereka.

Masa remaja secara khusus adalah masa yang sulit dalam berhadapan dengan terbentuknya keluarga tiri. Penyebabnya menjadi anggota dari keluarga tiri memperburuk kekhawatiran remaja normal mengenai identitas, seksualitas, dan otonomi.

C. Kawan-kawan sebaya

1. PERUBAHAN PERKEMBANGAN


Para peneliti memperkirakan bahwa persentase waktu yang digunakan di dalam interaksi sosial dengan kawan-kawan meningkat dari sekitar 10 persen di usia 2 tahun hingga 30 persen di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir.

2. STATUS KAWAN SEBAYA

Para ahli perkembangan membedakan lima status kawan sebaya sebagai berikut.

· Anak-anak yang popular sering kali dipilih sebagai sahabat dan jarang tidak disukai oleh kawan sebayanya.

· Anak yang rata-rata memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara positif maupun negative oleh kawan sebayanya.

· Anak yang diabaikan jarang dipilih sebagai sahabat namun bukan karena tidak disukai oleh kawan sebayanya.

· Anak yang ditolak jarang dipilih sebagai sahabat dan secara aktif tidak disukai oleh kawan sebayanya.

· Anak yang controversial sering dipilih sebagai sahabat namun umumnya tidak disukai oleh kawan sebayanya.

John Coie memberikan tiga alasan mengapa anak laki-laki yang agresif dan ditolak kawan-kawan memiliki masalah dalam relasi sosialnya:

· Lebih impulsive dan memiliki masalah dalam mempertahankan atensi.

· Lebih reaktif secara emosi, mereka lebih mudah marah dan lebih sulit tenang sesudahnya.

· Kurang memiliki keterampilan sosial yang diperlukan untuk berkawan dan mempertahankan relasi yang positif dengan kawan sebaya.

3. KOGNISI SOSIAL

Kognisi sosial anak-anak mengenai kawan sebaya menjadi semakin penting untuk memahami relasi kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir. Salah satu yang menjadi minat khusus adalah cara anak-anak memproses informasi mengenai relasi kawan sebaya dan pengetahuan sosial mereka.

Kenneth Dodge (1983) menyatakan bahwa anak-anak melalui lima langkah dalam menginterprestasikan dunia sosial mereka. Mereka membaca isyarat sosial, menginterprestasi, mencari respons, memilih respons yang optimal, dan bertindak. Dodge menemukan bahwa anak laki-laki yang agresif cenderung memandang tindakan anak lain sebagai musuh ketika intense anak itu tidak jelas.

4. BULLYING

Bullying diartikan sebagai perilaku verbal atau fisik yang dimaksudkan untuk menyerang orang lain yang kurang kuat. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang cemas, secara sosial menarik diri dan agresif memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi korban bullying.

Sebuah studi terbaru mengindikasikan bahwa pelaku dan korban bullying di masa remaja cenderung mengalami depresi dan bahkan berniat mencoba bunuh diri daripada yang tidak terlibat bullying. Studi lainnya mengungkap bahwa pelaku atau korban bullying bermasalah terhadap kesehatannya daripada anak-anak yang tidak terlibat bullying.

5. SAHABAT

Williard Hartup (1983, 1996, 2009) menyimpulkan bahwa sahabat dapat menjadi sumber daya kognitif dan emosi dari masa kanak-kanak hingga tua. Sahabat dapat meningkatkan penghargaan diri dan rasa sejahtera.

Secara lebih khusus, persahabatan anak-anak memiliki 6 fungsi (Gottman & Parker, 1987):

· Pertemanan. Seseorang yang bersedia meluangkan waktu bersama mereka dan bergabung dalam aktivitas kerja sama.

· Stimulasi. Memperoleh informasi yang menarik, menggairahkan dan mengasyikkan.

· Dukungan fisik. Sahabat member waktu, sumber daya, dan bantuan.

· Dukungan ego. Sahabat memberikan dukungan dan umpan balik yang dapat membantu membina kesan terhadap dirinya sendiri.

· Perbandingan sosial. Memungkinkan anak memperoleh informasi mengenai posisinya di antara anak lain.

· Afeksi dan keakraban. Menjalin relasi dengan orang lain. Keakraban dalam sahabat memiliki cirri adanya keterbukaan diri dan berbagai pikiran-pikiran pribadi.

D. Sekolah

1. PENDEKATAN KONTEMPORER TERHADAP PEMBELAJARAN SISWA


Saat ini terdapat kontroversi mengenai cara mengajar terbaik kepada anak-anak serta bagaimana sekolah maupun guru bertanggung jawab terhadap pembelajaran siswa.

Pendekatan Konstruktivis dan Instruksi Langsung. Pendekatan konstruktivis adalah sebuah pendekatan yang berpusat pada siswa yang mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam menyusun dan memahami pengetahuannya melalui bimbingan dari guru. Sebaliknya, pendekatan instruksi langsung adalah pendekatan yang bersifat terstruktur, berorientasi kepada guru, yang ditandai oleh adanya pengarahan dan kendali dari guru, ekspektasi guru yang tinggi terhadap kemajuan para siswa, penggunaan waktu secara maksimum untuk tugas-tugas akademis, serta usaha untuk menjaga agar efek negative menjadi minimal. Tujuan penting dari pendekatan instruksi langsung adalah memaksimalkan waktu belajar siswa.

Akuntabilitas. Tes yang diwajibkan oleh pemerintah untuk mengukur hal-hal yang telah atau belum dipelajari oleh siswa. Pendekatan ini menjadi kebijakan nasional padatahun 2002, ketika UU mengenai No Child Left Behind (NCLB) diresmikan sebagai hukum. Para pendukung program ini menyatakan bahwa standardisasi tea secara luas akan memberikan sejumlah efek positif. Efek-efek positif ini meliputi: meningkatnya performa siswa; meningkatya waktu pengajaran untuk subjek yang dites; ekspektasi yang tinggi terhadap seluruh siswa; identifikasi terhadap sekolah, guru, dan administrasi yang buruk; dan meningkatnya kepercayaan pada sekolah seiring meningkatnya skor-skor tes.

2. STATUS SOSIOEKONOMI DAN ETNISITAS

Pendidikan Para Siswa Berlatar Belakang Penghasilan Rendah. Banyak anak yang hdup dalam kemiskinan menghadapi masalah-masalah yang menghambat kegiatan belajarnya. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa lingkungan yang tidak mendukung terkait dengan rendahnya konsistensi, stimulasi, gaya pengasuhan yang menekankan hukuma, sehingga menjadikan anak yang bermasalah dengan perilaku dan kemampuan verbal. Studi terbaru lainnya mengungkapkn bahwa semakin lama anak-anak berada dalam kemiskinan, semakin besar dampaknya terhadap perkembangan kognitif anak.

Etnisitas di Sekolah. Berikut ini strategi yang digunakan untuk meningkatkan relasi di antara para siswa yang berasal dari berbagai macam etnik:

· Aturlah susunan tempat duduk di kelas yang memungkinkan pembauran.

· Mendorong para siswa untuk memiliki kontrak pribadi yang positif dengan keragaman siswa lain.

· Mengurangi bias

· Memandang sekolah dan komunitas sebagai sebuah tim.

· Menjadi seorang mediator budaya yang kompeten.

Perbandingan lintas budaya. Penelitian yang dilakukan oleh Harold Stevenson dkk, mengekplorasi alasan rendahnya nilai siswa Amerika dibandingkan dengan siswa di Asia. Mereka menemukan bahwa guru-guru di Asia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengajar daripada guru-guru di Amerika.

Para orang tua di AS memiliki ekspektasi yang rendah terhadap pendidikan dan prestasi anaknya dibandingkan orang tua di Asia. Orang tua di AS meyakini bahwa kemampuan matematika merupakan faktor bawaan; sedangkan orang tua di Asia mengatakan bahwa prestasi matematika anak-anak mereka merupakan konsekuensi dari usaha dan latihan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan


Perkembangan sosioemosi di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir dipengaruhi oleh perkembangan emosi dan kepribadian, keluarga, kawan-kawan sebaya dan sekolah.

Pada masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, diri anak semakin menonjol dan perkembangan emosinya dapat menyangkut emosi-emosi yang kompleks. Di bandingkan di masa kanak-kanak awal, orang tua meluangkan waktu lebih sedikit di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir. Ketika orang tua bercerai, anak-anak di keluarga tiri mengalami lebih banyak permasalahan penyesuaian diri di banding anak-anak yang tinggal di keluarga normal.

Selain itu beberapa perubahan perkembangan anak juga menyangkut relasi dengan kawan-kawan sebaya salah satunya adalah meningkatnya waktu yang digunakan dalam interaksi dengan kawan sebaya secara berkelompok. Anak-anak yang popular sering dipilih sebagai kawan terbaik dan jarang tidak disukai oleh kawan-kawannya. Seperti halnya orang dewasa, anak-anak yang saling bersahabat satu sama lain memiliki 6 fungsi, yaitu kebersamaan, stimulasi, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial dan afeksi.

KREATIVITAS, INTELIGENSI, DAN PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG


Kreativitas merupakan anugrah yang tidak boleh disia-siakan dan harus dikembangkan secara maksimal. Kreativitas pada anak ditaman kanak-kanak ditampilkan dalam berbagai bentuk, baik dalam membuat gambar yang disukainya maupun dalam bercerita. Kreativitas adalah sesuatu yang dimiliki secara alamiah, yang mutlak memerlukan latihan untuk membangkitkan dan mengembangkannya dengan cara yang tepat.

Kreativitas, disamping bermakna baik untuk pengembangan diri juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kreativitas erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Kreativitas sangat dibutuhkan individu untuk bisa melewati seleksi alam.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian Kreativitas.

2. Pengerian Intelegensi.

C. TUJUAN PENULISAN

1. Menjelaskan apa itu pengertian Kreativitas.

2. Menjelaskan pengertian Intelegensi.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kreativitas Dan Pembelajaran


Kreativitas adalah suatu ungkapan yang tidak asing lagi didalam kehidupan sehari – hari, khususnya bagi anak prasekolah yang selalu berusaha menciptakan sesuatu yang baru sesuai dengan fantasinya.

1. Berbagai Pandangan Tentang Kreativitas

a. Kreativitas Sebagai Kontrol Terhadap Regressi

Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan tekanan regressi yang dialaminya. Definisi ini didasarkan pada pandangan atau teori psikoanalisis. Pandangan psikoanalisis tentang kepribadian manusia dapat dijelaskan berdasarkan tingkat kesadaran manusia : sadar, ambang kesadaran dan tidak sadar. Selanjutnya psikoanalisi memandang kepribadian manusia terdiri dari Id, Ego, dan Super ego. Id berkaitan dengan ketidaksadaran yang bersifat instingtif dan mencari kesenangan. Ego berkaitan dengan kesadaran dn tanggung jawab yang berfungsi mengontrol tekanan-tekanan yang dikeluarkan oleh Id. Super ego mewakili kesadaran manusia terhadap nilai-nilai ideal yang ada di masyarakat.

b. Kreativitas Sebagai Aspek Kepribadian

Carl roger dan Abraham Maslow, mendefinisikan kreativitas sebagai aspek kepribadian yang berkaitan dengan aktualisasi diri. Menurut Roger pengungkapan kreativitas seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan :

1. Kemampuan untuk menerima keunikan individuu sebagai sesuatu yang mengandung arti.

2. Kebebasan dalam mengekpresikan perasaan atau pikiran.

3. Kesediaan untuk menerima cara pandang orang lain.

4. Kemampuan untuk tidak tergantung pada hasil evaluasi orang lain terhadap pengungkapan perasaan dan pikiran.

c. Kreativitas Sebagai Kemampuan Mental

1. Teori Gestalt

Proses berpikir produktif melalui keyakinan teori ini tentang konsep yang berkaitan dengan tahap-tahap berpikir yang berpusat pada pemecahan masalah. Pemecahan masalah adalah proses yang terjadi dalam empat fase sebagai berikut :

a. Fase persiapan yaitu fase pengumpulan informasi-informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipecahkan.

b. Fase pematangan informasi-informasi yang telah terkumpul.

c. Fase illuminasi yaitu penemuan cara-cara yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah.

d. Fase verifikasi yaitu kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengevaluasi apakah langkah-langkah yang akan digunakan dalam pemecahan masalah akan memberikan hasil yang sesuai.

2. Teori Psikometrik

Tokoh teori psikometrik, seperti J.P Guilford dan E. Paul Torrance menekankan kemampuan mental dalam mengolah informasi yang menjadi dasar bagi terjadinya proses kreatif. Pendekatan psikometrik yaitu penentuan kreativitas seseorang atau ketidak kreativas seseorang berdasarkan hasil tes kreativitas yang dijalaninya.

3. Teori Belahan Otak

Teori belahan otak merupakan teori yang berangkat dari hasil kajian tentang fungsi-fungsi belahan otak (hemisper), baik belahan otak kiri atau kanan yang berfunsi secara khusus dalam memproses informasi-informasi yang diterima oleh otak tersebut.

Belahan otak kiri berfungsi untuk memproses informasi-informasi yang berkaitan dengan verbal dan menghendaki proses berpikir secara analis, abstrak, logis, dan operasi (kegiatan/prosedur) yang mengandung urutan serta mengatur kegiatan tubuh yang paling kanan. Belahan otak kanan berfungsi memproses informasi-informasi yang bersifat non verbal, dan menghendaki penggunaan proses berpikir secara holistik, intuitif, dan imajinatif serta mengontrol kegiatan tubuh paling kiri. Hasil kerja otak bagian kanan adalah kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru, misalnya musik dengan gaya baru atau karya tulis dengan aliran baru, dll.

Pada hakekatnya kedua belahan otak ini saling bekerja sama karena berhubungan melalui syaraf-syaraf yang terdapat dalam corpus callosum, yang membedakan fungsi otak kiri dan kanan adalah cara-cara yang digunakan dalam mengolah dan menyelesaikan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh kedua fungsi otak tersebut.

d. Kreativitas Sebagai Aktualisasi Kegiftedan Dan Keberbakatan

Clark mengemukakan bahwa kreativitas adalah ekspresi tertinggi dari kemampuan individu yang dikelompokkan kedalam gifted dan berbakat yaitu individu yang memiliki tingkat intelegensi 130-150.

2. Aspek – Aspek Yang Mempengaruhi Kreativitas

a. Aspek kemampuan Kognitif (kemampuan berpikir)

Aspek kemampuan Kognitif (kemampuan berpikir) merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap munculnya kreativitas seseorang.

b. Aspek Intuisi dan imajinasi

Intuisi dan Imajinatif merupakan aspek lain yang mempengaruhi munculnya kreativitas.

c. Aspek pengindraan

Aspek pengindraan yaitu kemampuan menggunakan pancaindra secara peka.

d. Aspek Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi adalah aspek yang berkaitan dengan keuletan, kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ketidak pastian dan berbagai masalah yang berkaitan dengan kreativitas.

3. Karakteristik Kreativitas

a. Kelancaran

Kelancaran yaitu kemampuan untuk memberikan jawaban dan mengemukakan pendapat atau ide-ide dengan lancar.

b. Kelenturan

Kelenturan yaitu kemampuan untuk mengemukakan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah.

c. Keaslian

Keaslian yaitu kemampuan menghasilkan berbagai ide atau karya yang asli hasil pemikiran sendiri.

d. Elaborasi

Kemampuan untuk memperluas ide dan aspek-aspek yang mungkin tidak terpikirkan atau terlihat oleh orang lain.

e. Keuletan dan Kesabaran

4. Kreativitas Dan Perkembangan Kognitif Anak Usia Taman Kanak-Kanak

Perkembangan kognitif dalam fase ini di tandai dengan kemampuan anak untuk melakukan kegiatan reprentasi mental yaitu suatu kemampuan untuk menghadirkan benda, objek, orang dan peristiwa secara mental. Kemampuan menghadirkan sesuatu objek, orang dan peristiwa secara mental disebut juga kemampuan berpikir secara simbolik.

a. Karakteristik Berpikir Praoperasional

1. Melakukan peniruan tingkah laku yang ditampilkan oleh orang, binatang atau peristiwa yang ada disekitarnya.

2. Bermain simbolik yaitu kegiatan bermain yang menghadirkan objek yang terlibat dalam kegiatan bermain secara simbolik.

3. Bahasa simbolik yaitu kegiatan bercakap-cakap yang dilakukan anak pada waktu bermain simbolik.

b. Keterbatasan Kemampuan Berpikir Anak Pada Fase Praoperasional

1. Berpusat pada satu objek dan mengabaikan objek yang ada disekitar objek tersebut.

2. Belum mampu berpikir secara logis.

3. Belum mampu memahami kejadian-kejadian yang berkaitan dengan observasi (pemahaman terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam ukuran jumlah, bidang, dan volume).

4. Tidak mampu dalam memahami irreversibility, suatu prosedur kegiatan yang dapat dilakukan secara terbalik.

5. Egosentris yaitu ketidak mampuan untuk melihat sesuatu dari sisi pandang orang lain.

5. Strategi Pengembangan Kreativitas Dan Pengembangan Kemampuan Kognitif.

Pengembangan kteativitas anak di Taman Kanak – Kanak perlu dikemas dengan strategi tertentu yang dapat mendorong munculnya kreativitas anak. Pengembangan kreativitas anak dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan berpikir dan usaha pengembangan sikap yang dituntut dalam pengembangan kreativitas tersebut. Kemampuan untuk berpindah dari tahap awal ketahap selanjutnya sangat dipengaruhi oleh tingkat perkembangan kognitif dan perkembangan psikososial yang terbentuk dari sikap yang terwujud dalam bentuk sikap terhadap kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan kreativitas.

6. Pemanfaatan Kemampuan Berpikir Simbolik Dalam Pengembangan Kreativitas Anak


Kemampuan ini merupakan pintu untuk menumbuh kembangkan kreativitas anak. Fantasi atau imajinasi yang hadir dalam masa praoprasional tampil dalam berbagai aktivitas anak, baik pada waktu bermain, berbicara ataupun melakukan sesuatu kegiatan yang lain. Semua hal tersebut adalah refleks dari kreativitas anak.

7. Implikasi Berpikir Simbolik Dalam Pengembangan Kreativitas Anak

a. Memberikan berbagai kesempatan untuk kemunculan perilaku yang kreatif.

b. Memperlihatkan pada anak bahwa fantasi yang ditampilkannya memilki nilai-nilai tertentu.

c. Meminta anak untuk menceritakan tentang fantasinya.

d. Hindari memberikan contoh atau mengarahkan pemikiran anak.

8. Mengemas Kreativitas Dan Kemampuan Berpikir Simbolik Dalam Pengembangan Kemampuan Dasar IPA Anak Usia Taman Kanak-Kanak


a. Strategi Penyajian Pembelajaran Ipa

Cara berpikir alamiah ini terwujud dalam serangkaian kegiatan yang dimulai dari menyadari adanya suatu permasalahan, menemukan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan, menemukan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan, mengemukakan hipotesis dan menguji kebenaran hipotesis.

Pengenalan anak terhadap berbagai konsep yang berkaitan dengan IPA dilakukan dengan kegiatan yang disajikan secara berurutan.

b. Strategi Pengemasan Kreativitas Dan Kemampuan Berpikir Simbolik Dalam Pengembangan Kemampuan Dasar IPA

1. Pemanasan (keterbukaan terhadap ide-ide dan pikiran baru)

Dalam fase ini guru mengajak anak untuk mendiskusikan berbagai ide dan saran tentang kegiatan yang akan dilakukan. Pertanyaan tersebut yang akan memunculkan konflik yang akan menimbulkan berbagai ide dan pikiran dari anak yang menghasilkan berbagai pendapat yang tepat pada saat itu.

2. Menemukan Fakta

Menemukan fakta merupakan salah satu strategi yang dalam melakukan teknik penemuan ide-ide.

3. Menemukan masalah (analisis)

Guru mengajak anak menemukan masalah-masalah yang terkait dengan topik atau objek yang dibahas.

4. Mengemukakan hipotesis (sintesis)

Guru mengajak anak untuk mencari pemecahan atau solusi untuk menyelesaikan masalah.

5. Pembuktian kebenaran hipotesis (Evaluatif)

Dalam fase pembuktian kebenaran hipotesis guru hendaknya menyajikan kegiatan aktual yang dapat memberikan pengalaman secara kongrit kepada anak tentang pengujian hipotesis yang diajukannya.

B. Pengertian Hakikat Inteligensi
Intelegensi merupakan interaksi aktif antara kemampun yang dibawa sejak lahir dengan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan yang menghasilkan kemampuan individu untuk memperoleh, mengingat dan menggunakan pengetahuan, mengerti makna dari konsep konkrit dan konsep abstrak memahami hubungan-hubungan yang ada diantara objek, peristiwa, ide dan kemampuan dalam menerapkan hal diatas untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

1. Teori-Teori Inteligensi

Teori-teori inteleginsi dikembangkan berdasarkan dua pendekatan: (1) Oleh Spearman,Thurstone, Guilford dan Cattel & Horn, yaitu teori inteligensi yang menerapkan teknik statistic (analisis faktor). (2) Oleh Stenberg dan Gardner, yaitu teori berdasarkan proses penggunaan informasi dalam memecahkan masalah.

Paik menjelaskan teori inteligensi berdasarkan nature of intelligence. Ia menjelaskan bahwa pada hakikatnya teori inteligensi di bagi ke dalam dua klasifikasi sebagai berikut.

a. Teori inteligensi yang dibangun berdasarkan keyakinan bahwa inteligensi seseorang berasal dari satu kemampuan umum yang disebut general intelligence yang dikenal dengan istiah faktor G.

b. Teori inteligensi yang dibangun berdasarkan keyakinan bahwa inteligensi tidak hanya ditentukan oleh faktor G, akan tetapi terdapat beberapa jenis inteligensi atau yang dikenal dengan istilah multiple intelligences.

Teori Inteligensi Spearman

Charles Edward Spearman (1863-1945) merupakan ahli psikologi berkebangsaan Inggris dengan temuanya tentang teknik statistic untuk mengetahui korelasi di antara variable-variabel penelitian. Selanjutnya pada tahun 1904, ia mengembangkan teorinya tentang inteligensi manusia, khususnya yang berkaitan dengan disparitas atau perbedaan skor kognitif yang merefleksikan satu faktor yang bersifat umum dengan istilah G faktor.

Analisis faktor adalah suatu bentuk teknik statistic yang digunakan untuk menemukan hubungan yang ada di antara dua jenis variable yang kelihatannya ada hubungan. Teknik ini memungkinkan orang untuk melihat variable mana yang memiliki data saling berhubungan dan bagaimana keeratan hubungan tersebut. Hubungan tersebut dapat berbentuk hubungan positif, hubungan negative, dan tidak ada hubungan.

Dalam inteligensi faktor g adalah faktor yang berkaitan dengan inteligensi umum, yang merupakan kapasitas inteligensi yang dibawa sejak lahir dan mempengaruhi seluruh kemampuan individu.

Teori Inteligensi Thurstone

Psychologist Louis L. Thrustone (1887-1955) mengemukakan tidak memfokuskan teori inteligensinya pada satu faktor yaitu g faktor. Akan tetapi ia menekankan inteligensi pada tujuh kemampuan mental utama yang berbeda.

(Thurstone, 1938) kemampuan mental tersebut meliputi:

1. Verbal comprehension (kemampuan dalam pemahaman bahasa)

2. Reasoning (kemampuan berpikir logis)

3. Perceptual speed (kemampuan dalam menditeksi kesamaan atau perbedaan dari berbagai desain/gambar)

4. Numerical ability (kemampuan berhitung)

5. Word fluency (kemampuan berpikir tentang kosa kata secara tepat)

6. Associative memory (ingatan asosiatif)

7. Spatial visualization (kemampuan dalam menentukan bentuk benda dalam posisi yang telah berubah)

Dalam penelitiannya tentang inteligensi, Thurstone menggunakan faktor analisis dalam mengolah skor tes inteligensi dari sejumlah besar anak yang berpartisipasi dalam tes tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketujuh kemampuan mental tersebut berkorelasi positif antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, apabila seorang anak mendapatkan skor yang tinggi pada kemampuan dalam bahasa maka ia akan memperoleh skor yang tinggi pula dalam kemampuan mental lainnya.

Teori Inteligensi Guilford

J.P Guilford (1897-1987) merupakan pakar inteligensi utama dalam abad modern yang menekankan multiple cognitive abilities atau kemampuan kognitif majemuk. Melalui penelitian yang dilakukan ia menemukan tiga komponen inteligensi yaitu: operasi inteligensi, isi inteligensi, dan produk inteligensi.

Operasi inteligensi mencakup : kognitif, memori, berpikir divergen, berpikir konvergen, dan evaluasi. Isi inteligensi mencakup : figural, symbol, semantic dan perilaku. Produk inteligensi terdiri dari : unit, klas, relasi, sistem, transformasi, dan implikasi. Dapat disimpulkan bahwa Guilford menggunakan faktor analisis dalam melakukan mengolah data penelitiannya tentang intellegensi yang dapat digambarkan melalui gambar kubus tiga dimensi yang membentuk 150 faktor.

Teori Inteligensi Cattel & Horn

R.B Cattel (1965) dan J.L Horn (1967) mengemukakan dua dimensi inteligensi yang disebut dengan istilah fluid intelligence (Gf) dan crystallized intelligence (Gc). Fluid intelligence berkaitan dengan kemampuan untuk mengembangkan teknik pemecahan masalah yang baru dan berbeda dari sebelumnya.

Crystallized intelligence berkaitan dengan kemampuan mengemukakkan pengalaman-pengalaman yang telah dipelajari sebelumnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Kemampuan ini mencakup kemampuan dalam mengguakan informasi umum untuk mempertimbangkan sesuatu dan memecahkan masalah.

Teori Inteligensi Strenberg

Psychologist Robert Sternberg mendefinisikan inteligensi sebagai aktivitas mental yang diarahkan pada kegiatan yang bertujuan untuk menyesuaikan diri, memilih dan membentuk lingkungan yang sesuai dengan kehidupan individu.

Pada hakikatnya ia mendukung penapat Gardner yang mendefinisikan inteligensi dalam lingkup yang lebih luas dari general ability akan tetapi ia berpendapat bahwa rumusan definisi Gardner lebih cocok diterapkan untuk mengetahui bakat seseorang. Teori inteligensi yang dikembangkan oleh Stenberg dikenal dengan istilah Triarchic Theory of Intelligence.

Componential Subtheory

Disebut juga dengan istilah Analytical Intelligence yang berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah. Pemecahan masalah ini dilakukan berdasarkan operasi mental secara bersamaan yang disebut metacomponents yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam rangka pemecahan masalah dan keputusan yang diambil dalam pemecahan masalah tersebut. Analytical intelligence mencakup:

1. Metacoponents berfungsi mengontrol, memonitor dan mengevaluasi proses kognitif. Ketiga aktivitas mental tersebut disebut executive functions yang bekerja untuk mengatur dan mengorganisasi komponen pencapaian hasil atau performance components.

2. Performance Components berfungsi melaksanakan strategi yang telah dibangun oleh metacomponents. Komponen ini merupakan operasi dasar yang selalu melibatkan kegiatan kognitif, lalu melakukan perhitungan yang diikuti oleh pertimbangan dengan membandingkan informasi yang dilaksanakan dengan jalan memanggil kembali ingatan jangka panjang.

3. Knowledge acquisition components yaitu proses yang digunakan dalam memperoleh dan menyimpan pengetahuan baru. Kemampuan ini membantu manusia untuk mengingat hal-hal yang telah dipelajari dan mengklasifikasikan hal-hal tersebut sesuai di dalam ingatan. Hasil dari proses tersebut dikenal dengan istilah schemata.

Experiential Subtheory

Experiential subtheory atau creative intelligence adalah suatu kemampuan yang mencakup pemahaman atau insights, sinthetis dan kemampuan bereaksi terhadap stimulus dan situasi yang sulit yang menuntut tindakan kreatif dan innovative. Creative intelligence merefleksikan kemampuan manusia dalam menghubungkan kemampuan internalnya dengan realitas yang dihadapinya, sehingga mampu melakukan adaptasi secara kreatif dan innovative terhadap lingkungan atau situasi baru yang dihadapinya.

Experencial subtheory mencakup dua aspek yaitu innovasi (novelty) dan otomatisasi (automatization). Kedua kemampuan ini sangat erat hubungannya dengan inteligensi. Pengukuran tingkat inteligensi perlu melibatkan kemampuan dalam memecahkan situasi yang menuntut kreativitas dan innovasi secara cepat dan tepat atau automatization mengolah informasi yang terkait sehingga dapat dilakukan tindakan yang kreatif dan innovative.

Contextual Subtheory

Contextual subtheory atau Practical Intelligence mencakup kemampuan memahami dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Practical Intelligence dapat dikatakan sebagai kecerdasan yang digunakan dalam memecahkan masalah konkret di dalam dunia nyata. Practical intelligence adalah integrasi dari berbagai kemampuan sebagai berikut ini.

1. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan agar dapat mencapaitujuan yang telah ditetapkan.

2. Kemampuan dalam mengatur dan memodifikasi lingkungan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Kemampuan berpindah dari rencana yang satu kepada rencana yang lain apabila rencana pertama tidak berjalan dengan sesuai harapan atau tujuan yang akan dicapai.

Teori Inteligensi Gardner

Teori ini dikembangkan berdasarkan keyakinan Gardner bahwa inteligensi tidak hanya ditentukan oleh satu faktor yang dikenal dengan general intelligence akan tetapi terdiri dari sejumlah faktor. Teori inteligensi yang ia kembangkan berbasis skill dan kemampuan dalam berbagi kelompok yang terdiri dari delapan kelompok jenis intilegensi (Gardner, 1983), yaitu:

1. Visual-spatial Intelligence (kecerdasan visual-spatial)

2. Verbal-linguistic Intelligence (kecerdasan verbal linguistic)

3. Bodily-kinesthetic Intelligence (kecerdasan koordinasi gerak tubuh)

4. Logical-mathematical Intelligence (kecerdasa matematika-logis)

5. Interper/Rytmic Intelligence (kecerdasan music/rotmik)

6. Intra Personal Intelligence (kecerdasan intra personal)

7. Naturalistic Intelligence (kecerdasan naturalistic)

2. PENGUKURAN POTENSI INTELIGENSI

Pada tahun 1890, James McKeen Cattel mengembangkan alat tes inteligensi yang disebutnya sebagai mental test di fokuskan pada: waktu yang digunakan dalam bereaksi, makna kata, ketajaman visual, dan diskriminasi berat.

Binet-Simon Intelligence Scale

Pada pertengahan ke-19, Alfred Binet seorang psikologist , Teophile Simon mulai mendesain suatu tes inteligensi. Tes ini pada mulanya ditujukan untuk mengetahui anak-anak mental retardasi di antara anak-anak non mental retardasi dikelas, agar anak-anak dapat berkembang secara optimal. Tes ini menekankan pada ketrampilan verbal yang memiliki tingkat kesulitan yang teratur.

RUMUS:
IQ = MA /CAx 100


Pada perkembangan selanjutnya, istilah diganti dengan IQ (intelligence quotient) yang dinyatakan dalam bentuk angka. IQ adalah rasio dari mental age seorang individu dan chronological age atau usia kronologisnya yang di kalikan dengan 100 seperti di bawah ini.

Operasi rumus tersebut dapat diuraikan dalam penjelasan berikut ini.

1. Seorang anak usia (CA) 10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan anak usia 10 tahun maka ia memiliki IQ 100 = normal.

2. Seorang anak usia (CA) 10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan anak usia 8 tahun maka ia memiliki IQ 80 = di bawah normal.

3. Seorang anak usia (CA) 10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan anak usia 12 tahun maka ia memiliki IQ 120 = di atas normal.

Standford – Binet Intelligence Test

The Standford Binet Intelligence Scale memiliki banyak keuntungan, akan tetapi juga mengandung banyak kelemahan. Keuntungan yang diberikan antara lain test tersebut memberikan standard baku tentang tes inteligensi yang sangat valid dalam menjelaskan inteligensi seorang individu. Kelemahan test ini adalah karena keinginan tes tersebut untuk menditeksi individu yang di klasifikasikan sebagai individu gifted, sehingga tes ini menjadi sangat sulit.

Wechsler Intelegence Scales

Wechsler Intelegence Scales biasa disebut deviation IQ individual, yang ditetapkan berdasarkan skor tes intelegensi yang diperoleh oleh individu dan hubunganya dengan skor intelegensi individu normal. Pada hal-hal tertentu lebih baik daripada Stanford Binet Test karena dapat mencapai rentangan umur dari rentang umur anak sampai umur dewasa dan berisi subtes-subtes yang dapat menganalisis pola skor individual.

Wechsler Adult Intelegence Scales

Wechsler mempublikasikan versi WAIS pertama pada 1939 waktu itu dikenal dengan Wechsler- Bellevue. Selanjutnya direvisi menjadi WAIS-III. Sejak kematian Wechsler tahun 1981, tes ini direvisi oleh penerbitnya yaitu The Psycoligical Corporation.

Landasan teori yang menjadi dasar pengembangan WAIS dan tes Wechsler antara lain adalah keyakinanya bahwa intelegensi merupakan suatu hal yang bersifat rumit yang melibatkan berbagai jenis kemampuan. Oleh sebab itu, intelegensi bersifat multifaceted atau multi bentuk. Dengan demikian, suatu tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan intelegensi individu harus dapat merefleksikan multiskill yang dimiliki idividu tersebut.

Item tes WAIS mencakup pengetahuan umum, aritmatik, kosa kata, melengkapi gambar yang belum lengkap, menyusun balok dan gambar, dan menyusun objek.

Wechsler Intelegence Scales for Children

Wechsler Intelegence Scales for children atau WISC bukan hanya dikembangkan dalam bentuk tes intelegensi, akan tetapi juga dikembangkan utuk kebutuhan klinik yang dapat digunakan oleh para praktisi untuk mendiagnosa ADHA (Attention Deficit Hyperractivity Disorder) dan kesulitan belajar. Dalam penggunaanya, penentuan kelainan yang dialami individu t ersebut di lakukan dengan jalan menganalisis proses yang disebut Pattern Analysis yang dilakukan dengan membandingkan berbagai skor tes yang diperoleh individu tersebut dengan hasil tes yang rendah dari kelompok skor tertentu yang ada dalam tes tersebut. Walaupun demikian, hasil penelitian tidak menunjukan hasil yang efektif dalam mendiagnosa ADHD atau Learning Dissabillities. Anak ADHD yang mengikuti WISC secara umum tidak menunjukan skor yang rendah dan memperlihatkan pola skor yang sama dengan non ADHD.

Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelegence

Merupakan suat tes yang dibuat dengan beraneka warna yang menarik perhatian anak. Tes ini digunakan untuk mengukur IQ umum, verbal IQ, performance IQ, and processing speed dan general language composite. WPPSI merupakan tes yang dapat digunakan untuk mempredeksi IQ anak terdiri dari serangkaian tes sebagai berikut:

1. Full scale IQ digunakan dan menggambarkan fungsi intelektual umum.

2. Verbal IQ untuk mengetahui kemampuan dalam memperoleh pengetahuan, alasan rasional dan perhatian terhadap stimulus verbal.

3. Performance IQ untuk mengetahui kelancaran mengemukakan alasan rasional, proses spasial, ketelitian terhadap detail, dan integrasi visual motorik.

Verbal IQ subtes terdiri dari:

1. Information untuk mengukur kemampuan mengingat fakta yang telah dipelajari.

2. Vocabulary untuk mengukur kemampuan dalam pemahaman verbal dan pemahaman terhadap alasan yang rasional.

Performance IQ subtes

1. Block design untuk mengukur kemampuan analisis dan memproduksi kembali berbagai desain abstrak dengan menggunakan balok.

2. Matrix reasoning untuk mengukur kemampuan mengemukakan alasan verbal secar rasional, pemahaman verbal secar komprehensif, kemampuan untuk mensitetis berbagai jenis informasi yang berbeda, abstraksi verbal, kemampuan kognitif untuk mengetahui kemampuan dalam mengemukakan berbagai alternative konsep.

3. Picture concepts untuk mengukur kemampuan terhadap ide yang abstrak, dan kemampuan melakukan kategorisasi secara rasional.

WPPSI secara rinci disajikan pada uraian berikut ini:

1. Comprehension untuk mengukur konseptualisasi dan kemampuan mengemukakan alasan rasioanal, kemampuan mengevaluasi berbgai pengalaman untuk digunakan dalam pemecahan masalah, ekpresi verbal dan kemampuan dalam menggunakan berbagai informasi praktis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Picture completion untuk mengukur persepsi visual, pengaturan peristiwa secara rasional, konsentrasi, pemahaman tentang objek visual secara detail.

3. Similarities untuk mengukur kemampuan mengemukakan alasan verbal secara rasional dan pemahanman terhadap formasi konsep.

4. Receptive vocabulary untuk mengukur kemampuan dalam memahami perintah verbal, diskriminasi visual dan auditori, auditori memori, proses auditori, dan integrasi persepsi visual, dengan input auditori.

5. Object assembly untuk mengukur kemampuan dalam mengatur persepsi visual, integrasi, dan mensintesis bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang mengandung arti, alsan rasional yang ditampilkan secara non-verbal.

6. Picture naming untuk mengukur kemampuan dalam ekspresi bahasa, kemampuan menarik informasi yang tersimpan dalam long term memory dan kemampuan dalam asosiasi stimulus visual yang disajikan bersamaan dengan stimulus bahasa.

3. KECERDASAN EMOSI

Emotioal Intlligence atau EQ adalah temuan baru yang berkaitan dengan intelegensi yang dikemukakan oleh Daniel Goleman. EQ merupakan hal yang penting dalam mempertimbangkan perekrutan calon pegawai, dan perencanaan yang dilakukan di dalam bagian pengembangan SDM, penyelesaian pekerjaan, interwiew, dan seleksi SDM.

Aspek-aspek EQ terdiri dari dua aspek yaitu:

1. Aspek yang berkaitan dengan pemahaman terhadap diri sendiri

2. Aspek yang berkaitan dengan pemahaman terhadap orang lain.

Menurut Golemen EQ terdiri dari domain yaitu:

1. Pemahaman terhadap emosi sendiri

2. Pengelolaan emosi sendiri

3. Memotovasi diri sendiri

4. Memahami perasaan orang lain

5. Menata hubungan dengan orang lain

Rambu-rambu dalam meningkatkan EQ di lingkungan kerja

Cery Cherniss dan Daniel Goleman mengembangkan dan mempromosikan pedoman dalam meningkatkan EQ khusunya di lingkungan kerja sperti berikut:

1. Membuka jalan

a. Melakukan assesmen terhadap kebutuhan organisasi

b. Melakukan assesmen terhadap individu yang ada dalam organisasi

c. Menyampaikan hasil assesmen dengan hati-hati

d. Meningkatkan pilihan belajar

e. Mendorong partisipasi

f. Nilai-nilai personal

g. Menyesuaikanharapan individualMelakukan assesmen terhadap kesiapan dan motivasi untuk melaksanakan EQ

2. Melakuan perubahan kerja

a. Mendorong hubungan antara pelatih EQ dengan peserta latihan

b. Mengarahkan perubahan diri dan tujuan belajar

c. Menguraikan tujuan ke dalam langkah-langkah kecil yang dapat dicapai

d. Menyediakan kesempatan untuk latihan

e. Memberikan umpan balik

f. Menggunakan metode yang dikembangkan berdasarkan pengalaman

g. Membangun dukungan dari dalam

h. Menggunakan berbagai model dan berbagai contoh

i. Mendorong pemahaman dankesadarn terhadap diri sendiri

3. Perubahan berkelanjutan

Mendorong penerapan hasil belajar yang berkaitan dengan pekerjaan

Mengembangkan budaya organisasi yang mendukung belajar

4. Evaluasi keberhasilan akibat perubahan dengan jalan mengevaluasi akibat perubahan terhadap individu dan organisasi

Spiritual Intelligence

Spirituality berkaitan dengan apa yang paling penting dalam pengalaman manusia yaitu berbagai kemampuan dan keterampilan dalam memberdayakan seseorang untuk hidup secara harmonis dengan nilai hidup yang tinggi dan bergeser dari ketidakmampuan untuk menjawab kearah tujuan hidup yang jelas (Bowell,2010) yang meliputi:

1. Hati yang terbuka dan fleksibel

2. Enthusiasm

3. Kesadaran terhadap pengalaman saat ini dan kehadiran Tuhan

4. Penghargaan terhadap penerapan nilai-nilai agama

5. Berpedoman terhadap nilai-nilai tradisional dan kebergaman etnik

Zohar dan Marshall (1997) mengemukakan bahwa istilah spiritual intelegence sebagai kemampuan yang membuat seseorang mampu melakukan integrasi kehidupanya yang mencangkup arti hidup, tujuan hidup,dan motovasi untuk hidup. Spiritual Inteligence memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Kesadaran akan diri sendiri yaitu pengetahuan terhadap nilai yang diyakini dan apa yang memberikan motovasi hidup.

2. Spontanitas yaitu hidup dengan memberikan respon terhadap masa dan keadaan yang dihadapi.

3. Memiliki visi dan nilai yang ditunjukan melalui keyakinan dan prinsip hidup.

4. Melihat sesuatu secara keseluruhan dengan jalan memahami secara luas pola-pola hubungan yang mengandung makna dan perasaan meiliki.

5. Gairah hidup yaitu memiliki kualitas perasaan yang baik danempatik.

6. Memahami perbedaan dengan jalan menghargai orang lain dan perbedaan yang dimilikinya.

7. Mandiri yaitu kemampan untuk melawan arus dengaorang banyak dan tidak tergantung pada pengaruh satu orang.

8. Kemanusiaan yaitu memiliki kemampuan untuk mengambil perandalam kehidupan.

9. Kemampuan untuk mengajukan berbagai pertanyaan yang bersifat fundamental.

10. Kemampuan untuk membingkai kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dalam konteks yang lebih bermakna.

11. Secara positif dapat memanfaatkan berbagai perbedaan dengan jalan belajar melalui kesalahan.

12. Kesediaan untuk memberikan pelayanan dan memberikan sesuatu yang bernilai.

Robert Emonns (2000) mendefinisikan spiritual Intelegence sebagai kemampuan yang digunakan dalam rangka mmecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengemukakan 5 komponen spiritual intelegence seperti di bawah ini:

1. Kemampuan mentransformasikan sesuatu yang bersifat fisik ke dalam sesuatu yang bersifat transcendental.

2. Kemampuan untuk memberikan penekanan terhadap berbagai pengalaman yang dialami secara sadar.

3. Kemampuan untuk mengambil berkah dalam pengalaman sehari-hari.

4. Kemampuan untuk menerapkan sumber-sumber dalam memecahkan masalah.

5. Kemampuan untuk menjadi lebih baik.

Frances Vaughan (2000) mengemukakan pendapatnya tentang spiritual intelligence sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan dalam pikiran dan spirit dan hubunganya dengan manusia di dalam dunia. Spirituan intelligence menyangkut kesadara tentang kenyataan-kenyataan yang ada di bumi yang merefleksikan kreatifitas suatu kekuatan besar yang dapat dilihat dari berbagai perubahan alam yang ada. Spiritual intligence bukan hanya sekedar sesuatu yang berkaitan dengan mental ability, akan tetapi berkaitan dengan sesuatu yang bersifat transedental atau di lauar akal dan kemampuan manusia.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN


Kreativitas sebagai kontrol terhadap regressi berdasarkan tingkat kesadaran dan kepribadian yang terdiri dari Id, Ego, dan Super Ego, juga merupakan sebagai aspek kepribadian yang berkaitan dengan aktualisasi diri selain itu kreativitas juga berperan sebagai kemampuan mental yang berkaitan dengan tahap-tahap berpikir yang berpusat pada pemecahan masalah serta kreativitas bisa sebagai aktualisasi kegiftedan dan keberbakatan. Kreativitas juga dipengaruhi oleh beberapa aspek. Kreativitas juga berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak usia kanak-kanak.

Kreativitas juga berkaitan dengan intelegensi yang merupakan interaksi aktif antara kemampun yang dibawa sejak lahir dengan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan yang menghasilkan kemampuan individu untuk memperoleh, mengingat dan menggunakan pengetahuan, mengerti makna dari konsep konkrit dan konsep abstrak memahami hubungan-hubungan yang ada diantara objek, peristiwa, ide dan kemampuan dalam menerapkan hal diatas untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
American Association for the Advancement of Science, (1998). Dialogue on Early Childhood Science, Mathematics and Technology Education. Washington, DC : American Association for the Advancement of Science.
Anderson F. Barry, (1975). Cognitive Psychology : The Study of Knowing, Learning & Thingking. New York : Academic Press\
McInerney M. Dennis., McInerney Valentine, (1998). Education Psychology : Constructing Learning. New York : Prentice Hall
Fancher, R. E. The inteliegence men : Makers of the IQ controversy. New York : W. W. Norton & Company. 1985
Guilford, J.P. The Nature of Human Intelligence. New York : McGraw-Hill. 1967

Tokoh Pendidikan di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab tantangan zaman.

Awal mula adanya pendidikan di Indonesia dipelopori oleh para tokoh pendidikan. Tokoh-tokoh pendidikan itulah yang berperan penting dalam kemajuan dan perkembangan pendidikan di Indonesia. Beberapa tokoh pendidikan yang berpengaruh di Indonesia antara lain Ki Hajar Dewantara, R.A. Kartini, Raden Dewi Sartika, dan masih banyak lagi.

B. Rumusan Masalah

Siapa saja tokoh-tokoh pendidikan yang berpengaruh dalam bidang pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui pengaruh para tokoh pendidikan terhadap perkembangan pendidikan di indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia

1. Raden Ajeng Kartini (1879-1904).

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya. Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.

Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

2. Raden Dewi Sartika (1884-1947)

Raden Dewi Sartika lahir di Bandung pada tanggal 4 Desember 1884. Dewi Sartika adalah Pahlawan pendidikan kaum wanita Indonesia, pahlawan nasional, sekaligus tokoh panutan di kalangan masyarakat Sunda. Ia bersama Kartini adalah tokoh perempuan terkemuka Indonesia. Totalitasnya dalam memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum perempuan di akui dan diberikan apresiasi pemerintah dengan memberinya gelar pahlawan nasional sejak tahun 1966.

Dewi Sartika adalah putri pasangan Raden Somanegara dan Raden Ayu Permas. Ayahnya seorang patih di Bandung. Kedua Orang tuanya adalah pejuang kemerdekaan yang pernah diasingkan di Ternate (Maluku). Setelah kedua orang tuanya di asingkan, Dewi Sartika kemudian di asuh pamannya (Patih Aria) yang tinggal di Cicalengka.

Dewi Sartika amat gigih memperjuangkan nasib dan harkat kaum perempuan. Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Dirumahnya, Dewi Sartika mengajar anggota keluarga dan kaum perempuan disekitarnya mengenai berbagai keterampilan seperti membaca, menulis, memasak, dan menjahit. Pada tanggal 16 Juli1904 beliau mendirikan Sakola Istri atau sekolah perempuan di Kota Bandung. Sekolah ini menjadi lembaga pendidikan bagi perempuan yang pertama kali di dirikan di Hindia Belanda. Tahun 1913 Sakola Istri kemudian diganti namanya menjadi Sakola Kautamaan Istri. Tahun 1913 mendirikan organisasi Kautamaan Istri di tasikmalaya yang menaungi sekolah-sekolah yangdidirikan Dewi Sartika. Tahun 1929 Sakola Kautamaan Istri berganti nama lagi menjadi Sekolah Raden Dewi sartika dan oleh pemerintah Hindia Belanda dibangunkan gedung baru yang besar dan lengkap.

Sejak kecil Dewi Sartika memang telah memiliki jiwa pendidik. Beliau sering mengajarkan baca tulis dan berlatih berbahasa Belanda kepada anak-anak para pembantu di Kepatihan. Pola pembelajaran yang dilakukan dengan cara sambil bermain sehingga ia amat disenangi anak-anak didiknya. Langkah yang dilakukan Dewi Sartika sejak kecil ini berdampak luas sehingga nama Dewi Sartika di kenal luas oleh masyarakat sebagai seorang pendidik, terutama di kalangan perempuan.

Dewi Sartika menikah tahun 1906, dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata yang juga berprofesi sebagai pendidik sehingga keduanya memiliki kesamaan visi dalam meajukan pendidikan di lingkungan masyarakatnya. Setelah terjadi Agresi militer Belanda tahun 1947, Dewi Sartika ikut mengungsi bersama-sama para pejuang yang terus melakukan perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan. Saat mengungsi inilah, Dewi Sartika sudah lanjut usia dan Wafat tanggal 11 September 1947 di Cinean Jawa Barat. Makam Beliau kemudian di pindahkan ke Bandung.

3. Ki Hajar Dewantara (1889-1959)


Tokoh ini sangat identik dengan pendidikan di Indonesia. Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sungtulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).

Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta (2 Mei 1889) dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Putera dari KPH. Suryaningrat dan cucu dari Pakualam III yang meninggalkan kebangsawananya untuk terjun dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia dan berjuang memperbaiki nasib rakyat.

Semasa kecilnya, RM Soewardi Soeryaningrat sekolah di ELS (SD Belanda). Kemudian, ia melanjutkan ke STOVIA (sekolah dokter bumiputra), namun tidak tamat. Setelah itu, dia bekerja sebagai wartawan di Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat tajam dan patriotik sehingga membangkitkan semangat antipenjajahan.

Selain menjadi wartawan, RM Soerwardi Soeryaningrat juga aktif di organisasi sosial dan politik. Tahun 1908 ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo. Kemudian, bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (25 Desember 1912) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Namun partai ini ditolak oleh pemerintah Belanda.

Kemudian, ia dan kawan-kawannya membentuk Komite Bumipoetra (1913) untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis. Untuk membiayai pesta tersebut Pemerintah Belanda menarik uang dari rakyat jajahannya. RM Soewardi Soeryaningrat mengkritik lewat tulisannya “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga).

Akibat tulisannya itu, RM Soerwardi Soeryaningrat dijatuhi hukuman buang ke Pulau Bangka oleh Gubernur Jenderal Idenburg tanpa proses pengadilan. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo yang merasa rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil menerbitkan tulisan untuk membela Soewardi. Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya, keduanya pun terkena hukuman buang, Douwes Dekker ke Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo ke Banda.

Hukuman itu ditolak, mereka meminta untuk dibuang ke Negeri Belanda agar bisa belajar. Keinginan tersebut diterima dan mereka diizinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Selama di negara kincir angin tersebut, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte dan kembali ke tanah air pada 1918.

Sekembalinya ke tanah air, bersama rekan-rekannya, RM Soewardi Soeryaningrat mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (3 Juli 1922). Perguruan ini mendidik para siswanya untuk memiliki nasionalisme sehingga mau berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Demi memuluskan langkahnya-langkahnya, RM Soewardi Soeryaningrat pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sebagai seorang bangsawan yang berasal dari lingkungan Kraton Yogyakarta dan dengan gelar RM di depan namanya, dia kurang leluasa bergerak.

Aktivitas Tamansiswa pun ditentang oleh Pemerintah Belanda melalui Ordonasi Sekolah Liar pada 1932. Dengan gigih RM Soewardi Soeryaningrat pun berjuang hingga ordonansi itu dicabut. Sambil mengelola Tamansiswa, RM Soewardi Soeryaningrat tetap rajin menulis. Namun bukan lagi soal politik, melainkan soal pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Tahun 1943, ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara bergabung ke Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Di organisasi tersebut, dia menjadi salah seorang pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah Indonesia merdeka, ia pun dipercaya menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Berbagai aktivitasnya dalam memperjuangkan pendidikan di tanah air sebelum hingga Indonesia merdeka tersebut, membuatnya dianugerahui gelar doktor kehormatan oleh Universitas Gadjah Mada (1957).

Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922, pada mulanya bernama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” di Yogyakarta. Secara lengkap bagian-bagian pendidikan pada Perguruan Taman Siswa ini adalah:

a. Taman Indria (setingkat dengan TK).

b. Taman Anak (setingkat kelas I-III sekolah Rendah).

c. Taman Muda (setingkat kelas IV-VI sekolah Rendah).

d. Taman Dewasa (setara SMP).

e. Taman Madia (setara SMA).

f. Taman Guru B-1 (mendidik calon guru untuk Taman Anak dan Taman Madia).

g. Taman Guru B-2.

h. Taman Guru B-3 (mendidik calon guru untuk taman Dewasa) Taman Guru B-3 ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A untuk Jurusan Ilmu Pasti dan Alam, dan Bagian B untuk Jurusan Budaya.

i. Taman Guru Indria (mendidik anak wanita yang ingin manjadi guru pada Taman Indria).

Asas-asas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai berikut:

a) Asas kemerdekaan.

b) Asas kodrat alam.

c) Asas kebudayaan.

d) Asas kebangsaan.

e) Asas kemanusiaan.

Tujuan Pendidikan menurut Beliau adalah sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup batiniah.

Ki Hajar Dewantara meninggal pada 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Kampung Celeban (Yogyakarta). Kemudian, atas jasa-jasanya, pendiri Taman siswa itu ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional. Ki Hajar Dewantara pun mendapat gelar Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal kelahirannya, 02 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

4. Mohammad Syafei ( 1899-1969)

Mohammad Syafei lahir di Kalimantan pada tahun 1899. Perjuangan beliau juga dititikberatkan pada bidang pendidikan. Pada tahun 1922 beliau menjadi guru pada Sekolah Katini di Jakarta dan sejak itu aktifitasnya di bidang pendidikan terus bertambah. Sebagai seorang tokoh pendidikan, Mohammad Syafei berjasa besar dalam mendirikan sekolah yang diberinama “Indonesische Nederlanshe School” atau yang lebih dikenal dengan sebutan INS, di Kayuttanam Sumatera Barat.

Sementara itu INS yang kemudian merupakan singkatan dari “Indonesian National School” menitikberatkan pendidikanya kepada dunia kerja. INS menyelenggarakan pendidikan dalam jenjang:

a. Ruang Bawah, yakni setara dengan sekolah Rendah atau Sekolah Dasar. Lama pendidikanya 7 tahun.

b. Ruang Atas, yakni setara dengan sekolah menengah, lama pendidikanya 6 tahun.

Adapun tujuan sekolah yang diselengagarakan oleh Mohammad Syafei adalah:

a) Mendidik anak-anak agar mampu berpikir secara rasional.

b) Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguh-sungguh.

c) Mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang berwatak baik.

d) Menanamkan rasa persatuan

Pendidikan menurut Syafei memiliki fungsi membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. Mohammad Syafei meninggal dunia pada tanggal 5 Maret 1969.

5. Kyai H. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan adalah orang yang mendirikan organisasi Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan agama islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama Islam. Asas pendidikannya adalah islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta negara.

Ada 5 butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu:

a. Perubahan cara berpikir, ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran untuk mengubah cara berpikir dan bertindak dari kebiasaan lama yang kurang tepat, untuk mencapai tujuan pendidikan.

b. Kemasyarakatan, artinya janganlah hanya mengembangkan aspek individu saja, melainkan juga aspek kemasyarakatan, agar pengembangan individu dan kemasyarakatan berimbang.

c. Aktivitas, anak harus menggunakan aktivitasnya sendiri untuk memperoleh pengetahuan. Dan harus pula melaksanakan serta mengamalkan semua hal yang telah diketahuinya.

d. Kreativitas ialah untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan kiat guna menghadapi situasi baru secara tepat dan cepat.

e. Optimisme, anak-anak diberi keyakinan bahwa melalui pendidikan cita-cita mereka akan tercapai, asal dengan semangat dan berdedikasi mengerjakannya sesuai dengan yang digariskan oleh Tuhan.

Dan fungsi lembaga pendidikan ciptaan Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut :

a) Sebagai alat dakwah, baik kedalam maupun keluar anggota organisasi Muhammadyah.

b) Tempat pembibitan dan pembinaan kader, yang dilaksanakan secara sistematis dan selektif sesuai dengan kebutuhan.

c) Merupakan wahana untuk melaksanakan amal para anggota organisasi.

d) harus memberi kesempatan berkembang, menjaga, dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.

Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemajuan perkembangan di Indonesia tidak lepas dari peranan tokoh-tokoh pendidikan. Tokoh-tokoh pendidikan itulah yang menjadi ujung tombak berdirinya sekolah-sekolah di Indonesia. Ki Hajar Dewantara, R.A. Kartini, Dewi Sartika dan tokoh pendidikan lainnya merupakan pelopor kemajuan bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan.

R.A. Kartini dan Dewi Sartika adalah Pahlawan pendidikan kaum wanita Indonesia dalam memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum perempuan Indonesia sehingga diberikan apresiasi pemerintah dengan memberinya gelar pahlawan nasional.

Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang sangat identik dengan pendidikan di Indonesia. Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sungtulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).

Tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup batiniah.

B. Saran

Penulis mengharapkan makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya untuk menambah wawasan para pembaca tentang Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia. Semoga dengan makalah ini dapat memotivasi para pembaca untuk lebih menghargai dan menghormati jasa-jasa para tokoh pendidikan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Abadi, adib. 2014. 5 Tokoh Pendidikan Indonesia.
Administrator.2009. R.A. Kartini dan Ki Hajar Dewantara, Dua Tokoh Pendidikan Indonesia. http://www.itp-bkkbn.org/berita-69-ra-kartini-dan-ki-hajar-dewantara-dua-tokoh-pendidikan-indonesia.html . Diakses 10 Juni 2014.
Administrator.2009.Biografi Kartini. http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html. Diakses 17 Juni 2014