Rabu, 07 Januari 2015

Tokoh Pendidikan di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab tantangan zaman.

Awal mula adanya pendidikan di Indonesia dipelopori oleh para tokoh pendidikan. Tokoh-tokoh pendidikan itulah yang berperan penting dalam kemajuan dan perkembangan pendidikan di Indonesia. Beberapa tokoh pendidikan yang berpengaruh di Indonesia antara lain Ki Hajar Dewantara, R.A. Kartini, Raden Dewi Sartika, dan masih banyak lagi.

B. Rumusan Masalah

Siapa saja tokoh-tokoh pendidikan yang berpengaruh dalam bidang pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui pengaruh para tokoh pendidikan terhadap perkembangan pendidikan di indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia

1. Raden Ajeng Kartini (1879-1904).

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya. Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.

Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

2. Raden Dewi Sartika (1884-1947)

Raden Dewi Sartika lahir di Bandung pada tanggal 4 Desember 1884. Dewi Sartika adalah Pahlawan pendidikan kaum wanita Indonesia, pahlawan nasional, sekaligus tokoh panutan di kalangan masyarakat Sunda. Ia bersama Kartini adalah tokoh perempuan terkemuka Indonesia. Totalitasnya dalam memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum perempuan di akui dan diberikan apresiasi pemerintah dengan memberinya gelar pahlawan nasional sejak tahun 1966.

Dewi Sartika adalah putri pasangan Raden Somanegara dan Raden Ayu Permas. Ayahnya seorang patih di Bandung. Kedua Orang tuanya adalah pejuang kemerdekaan yang pernah diasingkan di Ternate (Maluku). Setelah kedua orang tuanya di asingkan, Dewi Sartika kemudian di asuh pamannya (Patih Aria) yang tinggal di Cicalengka.

Dewi Sartika amat gigih memperjuangkan nasib dan harkat kaum perempuan. Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Dirumahnya, Dewi Sartika mengajar anggota keluarga dan kaum perempuan disekitarnya mengenai berbagai keterampilan seperti membaca, menulis, memasak, dan menjahit. Pada tanggal 16 Juli1904 beliau mendirikan Sakola Istri atau sekolah perempuan di Kota Bandung. Sekolah ini menjadi lembaga pendidikan bagi perempuan yang pertama kali di dirikan di Hindia Belanda. Tahun 1913 Sakola Istri kemudian diganti namanya menjadi Sakola Kautamaan Istri. Tahun 1913 mendirikan organisasi Kautamaan Istri di tasikmalaya yang menaungi sekolah-sekolah yangdidirikan Dewi Sartika. Tahun 1929 Sakola Kautamaan Istri berganti nama lagi menjadi Sekolah Raden Dewi sartika dan oleh pemerintah Hindia Belanda dibangunkan gedung baru yang besar dan lengkap.

Sejak kecil Dewi Sartika memang telah memiliki jiwa pendidik. Beliau sering mengajarkan baca tulis dan berlatih berbahasa Belanda kepada anak-anak para pembantu di Kepatihan. Pola pembelajaran yang dilakukan dengan cara sambil bermain sehingga ia amat disenangi anak-anak didiknya. Langkah yang dilakukan Dewi Sartika sejak kecil ini berdampak luas sehingga nama Dewi Sartika di kenal luas oleh masyarakat sebagai seorang pendidik, terutama di kalangan perempuan.

Dewi Sartika menikah tahun 1906, dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata yang juga berprofesi sebagai pendidik sehingga keduanya memiliki kesamaan visi dalam meajukan pendidikan di lingkungan masyarakatnya. Setelah terjadi Agresi militer Belanda tahun 1947, Dewi Sartika ikut mengungsi bersama-sama para pejuang yang terus melakukan perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan. Saat mengungsi inilah, Dewi Sartika sudah lanjut usia dan Wafat tanggal 11 September 1947 di Cinean Jawa Barat. Makam Beliau kemudian di pindahkan ke Bandung.

3. Ki Hajar Dewantara (1889-1959)


Tokoh ini sangat identik dengan pendidikan di Indonesia. Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sungtulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).

Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta (2 Mei 1889) dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Putera dari KPH. Suryaningrat dan cucu dari Pakualam III yang meninggalkan kebangsawananya untuk terjun dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia dan berjuang memperbaiki nasib rakyat.

Semasa kecilnya, RM Soewardi Soeryaningrat sekolah di ELS (SD Belanda). Kemudian, ia melanjutkan ke STOVIA (sekolah dokter bumiputra), namun tidak tamat. Setelah itu, dia bekerja sebagai wartawan di Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat tajam dan patriotik sehingga membangkitkan semangat antipenjajahan.

Selain menjadi wartawan, RM Soerwardi Soeryaningrat juga aktif di organisasi sosial dan politik. Tahun 1908 ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo. Kemudian, bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (25 Desember 1912) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Namun partai ini ditolak oleh pemerintah Belanda.

Kemudian, ia dan kawan-kawannya membentuk Komite Bumipoetra (1913) untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis. Untuk membiayai pesta tersebut Pemerintah Belanda menarik uang dari rakyat jajahannya. RM Soewardi Soeryaningrat mengkritik lewat tulisannya “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga).

Akibat tulisannya itu, RM Soerwardi Soeryaningrat dijatuhi hukuman buang ke Pulau Bangka oleh Gubernur Jenderal Idenburg tanpa proses pengadilan. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo yang merasa rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil menerbitkan tulisan untuk membela Soewardi. Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya, keduanya pun terkena hukuman buang, Douwes Dekker ke Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo ke Banda.

Hukuman itu ditolak, mereka meminta untuk dibuang ke Negeri Belanda agar bisa belajar. Keinginan tersebut diterima dan mereka diizinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Selama di negara kincir angin tersebut, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte dan kembali ke tanah air pada 1918.

Sekembalinya ke tanah air, bersama rekan-rekannya, RM Soewardi Soeryaningrat mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (3 Juli 1922). Perguruan ini mendidik para siswanya untuk memiliki nasionalisme sehingga mau berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Demi memuluskan langkahnya-langkahnya, RM Soewardi Soeryaningrat pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sebagai seorang bangsawan yang berasal dari lingkungan Kraton Yogyakarta dan dengan gelar RM di depan namanya, dia kurang leluasa bergerak.

Aktivitas Tamansiswa pun ditentang oleh Pemerintah Belanda melalui Ordonasi Sekolah Liar pada 1932. Dengan gigih RM Soewardi Soeryaningrat pun berjuang hingga ordonansi itu dicabut. Sambil mengelola Tamansiswa, RM Soewardi Soeryaningrat tetap rajin menulis. Namun bukan lagi soal politik, melainkan soal pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Tahun 1943, ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara bergabung ke Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Di organisasi tersebut, dia menjadi salah seorang pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah Indonesia merdeka, ia pun dipercaya menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Berbagai aktivitasnya dalam memperjuangkan pendidikan di tanah air sebelum hingga Indonesia merdeka tersebut, membuatnya dianugerahui gelar doktor kehormatan oleh Universitas Gadjah Mada (1957).

Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922, pada mulanya bernama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” di Yogyakarta. Secara lengkap bagian-bagian pendidikan pada Perguruan Taman Siswa ini adalah:

a. Taman Indria (setingkat dengan TK).

b. Taman Anak (setingkat kelas I-III sekolah Rendah).

c. Taman Muda (setingkat kelas IV-VI sekolah Rendah).

d. Taman Dewasa (setara SMP).

e. Taman Madia (setara SMA).

f. Taman Guru B-1 (mendidik calon guru untuk Taman Anak dan Taman Madia).

g. Taman Guru B-2.

h. Taman Guru B-3 (mendidik calon guru untuk taman Dewasa) Taman Guru B-3 ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A untuk Jurusan Ilmu Pasti dan Alam, dan Bagian B untuk Jurusan Budaya.

i. Taman Guru Indria (mendidik anak wanita yang ingin manjadi guru pada Taman Indria).

Asas-asas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai berikut:

a) Asas kemerdekaan.

b) Asas kodrat alam.

c) Asas kebudayaan.

d) Asas kebangsaan.

e) Asas kemanusiaan.

Tujuan Pendidikan menurut Beliau adalah sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup batiniah.

Ki Hajar Dewantara meninggal pada 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Kampung Celeban (Yogyakarta). Kemudian, atas jasa-jasanya, pendiri Taman siswa itu ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional. Ki Hajar Dewantara pun mendapat gelar Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal kelahirannya, 02 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

4. Mohammad Syafei ( 1899-1969)

Mohammad Syafei lahir di Kalimantan pada tahun 1899. Perjuangan beliau juga dititikberatkan pada bidang pendidikan. Pada tahun 1922 beliau menjadi guru pada Sekolah Katini di Jakarta dan sejak itu aktifitasnya di bidang pendidikan terus bertambah. Sebagai seorang tokoh pendidikan, Mohammad Syafei berjasa besar dalam mendirikan sekolah yang diberinama “Indonesische Nederlanshe School” atau yang lebih dikenal dengan sebutan INS, di Kayuttanam Sumatera Barat.

Sementara itu INS yang kemudian merupakan singkatan dari “Indonesian National School” menitikberatkan pendidikanya kepada dunia kerja. INS menyelenggarakan pendidikan dalam jenjang:

a. Ruang Bawah, yakni setara dengan sekolah Rendah atau Sekolah Dasar. Lama pendidikanya 7 tahun.

b. Ruang Atas, yakni setara dengan sekolah menengah, lama pendidikanya 6 tahun.

Adapun tujuan sekolah yang diselengagarakan oleh Mohammad Syafei adalah:

a) Mendidik anak-anak agar mampu berpikir secara rasional.

b) Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguh-sungguh.

c) Mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang berwatak baik.

d) Menanamkan rasa persatuan

Pendidikan menurut Syafei memiliki fungsi membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. Mohammad Syafei meninggal dunia pada tanggal 5 Maret 1969.

5. Kyai H. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan adalah orang yang mendirikan organisasi Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan agama islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama Islam. Asas pendidikannya adalah islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta negara.

Ada 5 butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu:

a. Perubahan cara berpikir, ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran untuk mengubah cara berpikir dan bertindak dari kebiasaan lama yang kurang tepat, untuk mencapai tujuan pendidikan.

b. Kemasyarakatan, artinya janganlah hanya mengembangkan aspek individu saja, melainkan juga aspek kemasyarakatan, agar pengembangan individu dan kemasyarakatan berimbang.

c. Aktivitas, anak harus menggunakan aktivitasnya sendiri untuk memperoleh pengetahuan. Dan harus pula melaksanakan serta mengamalkan semua hal yang telah diketahuinya.

d. Kreativitas ialah untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan kiat guna menghadapi situasi baru secara tepat dan cepat.

e. Optimisme, anak-anak diberi keyakinan bahwa melalui pendidikan cita-cita mereka akan tercapai, asal dengan semangat dan berdedikasi mengerjakannya sesuai dengan yang digariskan oleh Tuhan.

Dan fungsi lembaga pendidikan ciptaan Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut :

a) Sebagai alat dakwah, baik kedalam maupun keluar anggota organisasi Muhammadyah.

b) Tempat pembibitan dan pembinaan kader, yang dilaksanakan secara sistematis dan selektif sesuai dengan kebutuhan.

c) Merupakan wahana untuk melaksanakan amal para anggota organisasi.

d) harus memberi kesempatan berkembang, menjaga, dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.

Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemajuan perkembangan di Indonesia tidak lepas dari peranan tokoh-tokoh pendidikan. Tokoh-tokoh pendidikan itulah yang menjadi ujung tombak berdirinya sekolah-sekolah di Indonesia. Ki Hajar Dewantara, R.A. Kartini, Dewi Sartika dan tokoh pendidikan lainnya merupakan pelopor kemajuan bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan.

R.A. Kartini dan Dewi Sartika adalah Pahlawan pendidikan kaum wanita Indonesia dalam memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum perempuan Indonesia sehingga diberikan apresiasi pemerintah dengan memberinya gelar pahlawan nasional.

Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang sangat identik dengan pendidikan di Indonesia. Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sungtulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).

Tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup batiniah.

B. Saran

Penulis mengharapkan makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya untuk menambah wawasan para pembaca tentang Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia. Semoga dengan makalah ini dapat memotivasi para pembaca untuk lebih menghargai dan menghormati jasa-jasa para tokoh pendidikan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Abadi, adib. 2014. 5 Tokoh Pendidikan Indonesia.
Administrator.2009. R.A. Kartini dan Ki Hajar Dewantara, Dua Tokoh Pendidikan Indonesia. http://www.itp-bkkbn.org/berita-69-ra-kartini-dan-ki-hajar-dewantara-dua-tokoh-pendidikan-indonesia.html . Diakses 10 Juni 2014.
Administrator.2009.Biografi Kartini. http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html. Diakses 17 Juni 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar